Banyak pembudidaya mengeluh dengan harga artemia terus merangkak naik dan susah didapat. Alasannya lokasi budidaya jauh dengan tempat penjual artemia dan sebagainya. Sehingga cost usaha menjadi lebih tinggi.
Artemia dan Tubifex masih menjadi andalan pakan ikan tapi ke depan Moina sp. Alias kutu air siap menggantikan keduanya.
Ketergantungan pakan larva ikan pada Artemia dan Tubifex
menimbulkan kendala tersendiri dalam usaha budidaya perikanan. Hingga
saat ini harga Artemia masih cukup tinggi karena pemenuhannya
mengandalkan impor. Harga cacing Tubifex pun ikut merangkak lantaran
permintaan dari usaha pembenihan naik. Musim penghujan ikut menambah
sulitnya pemenuhan tubifex karena lumpur tempat hidup tubifex terusir
air hujan.
Moina sp. atau biasa disebut kutu air oleh petani, berpotensi
besar menjadi pakan alami bagi larva ikan. Hasil penelitian Balai
Budidaya Air Tawar (BBAT) Jambi yang diketuai Rianasari, menunjukkan, Moina sp.
dapat dibudidayakan dan menjadi pakan alternatif bagi larva dan
pendederan ikan. Jenis yang berhasil dibudidayakan BBAT Jambi mirip Moina macrocopa yang dikembangkan di Kamboja. Negara yang beribukota Phnom Penh ini berhasil membudidayakan M. macrocopa secara massal dan berkelanjutan.
Moina sp, jenis plankton yang penting sebagai pakan alami
alternatif karena ukurannya sesuai bukaan mulut larva ikan. Kutu air ini
juga bisa menjadi pakan alami pada pendederan ikan patin. Moina sp.
dimasukkan ke kolam pendederan sebagai inokulan pada proses persiapan
kolam untuk menumbuhkan pakan alami. Selain itu, peralihan penggunaan Moina sp. sebagai pakan alami untuk larva ikan dan pendederan ikan akan menurunkan biaya produksi.
Pakan alami ini mengandung protein cukup tinggi dan mudah dicerna
dalam usus benih ikan. Menurut Darmanto, peneliti pada Instalasi
Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian Jakarta, kadar kandungan
gizi pada Moina sp. berupa protein 37,38%, lemak 13,29%, abu 11%, dengan kadar air sebanyak 90,6%.
Moina sp. pun berpeluang menciptakan lapangan usaha
baru, yaitu budidaya pakan ikan alami. Untuk usaha budidaya, pemenuhan
wadah, bahan, dan alat budidaya Moina sp. mudah didapat.
Hitungan BBAT Jambi, dengan nilai investasi sebesar Rp42 juta dan biaya
operasional sebesar Rp1,427 juta, akan diperoleh keuntungan bersih
sebesar Rp1,364 juta per bulan. Usaha ini akan balik modal pada dua
setengah tahun masa budidaya.
Bisa Panen Setiap Hari
Siklus budidaya Moina sp. hanya 4—5 hari. Hari pertama
dan kedua dilakukan pembersihan dan penyiapan wadah budidaya, serta
pengisian air, fitoplankton, dan inokulan Moina sp. Wadah
yang digunakan berupa bak beton persegi panjang volume 5.000 liter
sebanyak 6 buah. Sebelum digunakan bak dibersihkan dan disterilisasi
dengan klorin.
Hari ketiga dan keempat adalah masa pemeliharaan. Karena makanan Moina sp.
terdiri dari fitoplankton, bahan organik, dan bakteri, maka BBAT Jambi
menggunakan bahan organik dan bahan anorganik. Bahan organik terdiri
dari tepung ikan, dedak, ikan rucah, tepung kedelai, dan kotoran ayam
kering. Sedangkan bahan anorganiknya berupa kapur, urea, dan TSP.
Sumber bahan tersebut dikombinasikan menjadi pupuk yang ditambah
inokulan Moina sp. dan fitoplankton (air hijau).
Masa panen dan pembersihan bak dilakukan pada hari kelima. Supaya
panen setiap hari digunakan 6 buah bak. Lima wadah untuk budidaya, satu
bak sebagai tempat stok fitoplankton. Hasil panennya bervariasi
dipengaruhi faktor cuaca dan kontaminasi, rata-rata 1.345 g per bak per
siklus.
Cuaca, terutama musim penghujan, diduga mempengaruhi kelangsungan hidup Moina sp. Turunnya hujan menyebabkan perubahan suhu yang mendadak dan memicu tumbuhnya Rotifera, sejenis zooplankton parasit dan hama. Rotifera ini bisa mengurangi stok pakan dan bisa mematikan Moina sp.
Sumber:
Windi Listianingsih (http://yayaksupriyadi.wordpress.com/2012/11/17/kutu-air-siap-menggeser-artemia/)
0 komentar:
Posting Komentar